Selasa, 01 Februari 2011

anafilaksis


ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
ANAFILAKSIS

STIKES Baru
Disusun oleh
SOFYAN EKOFERDI HANSYAH




PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2010


KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya, kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Hipofungsi Adrenokortikal sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kuliah yang akan membantu dalam upaya pembelajaran, baik secara langsung maupun tidak langsung dan dapat menambah ilmu pengetahuan untuk mencapai suatu keinginan yang besar.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena terbatasnya waktu dan pengetahuan kami. Oleh karena itu mohon segala saran dan kritik demi perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca umumnya.  



                                                                                          Jombang,   November 2010


                                                                                                          Penulis






PENDAHULUAN

Imunitas spesifik merupakan mekanisme yang ampuh untuk menyingkirkan patogen dan antigen asing. Mekanisme efektor sistem imun, sperti komplemen, fagosit, sitokin dan lain-lain tidak spesifik untuk antigen asing. Karena itu respon imun dan reaksi inflamasi yang menyertai respon imun kadang-kadang disertai kerusakan jaringan tubuh sendiri, baik lokal maupun sistemik. Pada umumnya efek samping demikian dapat dikendalikan dan membatasi diri (self-limited) dan berhenti sendiri dengan hilangnya antigen asing. Disamping itu, dalam keadaan normal ada toleransi terhadap antigen self sehingga tidak terjadi respon imun terhadap jaringan tubuh sendiri. Namun ada kalanya respon atau reaksi imun itu berlebihan atau tidak terkontrol dan reaksi demikian disebut Reaksi Hipersentifitas.
Reaksi hipersentifitas dapat terjadi bila jumlah antigen yang masuk relatif banyak atau bila status imunologik seseorang baik selular maupun humoral meningkat. Reaksi itu tidak pernah timbul pada pemaparan pertama dan merupakan ciri khas individu bersangkutan.
 Reaksi hipersensitifitas menimbulkan manifestasi klinik dan patologik yang sangat heterogen, dan heterogenitas itu ditentukan oleh :
  1. jenis respon imun yang mengakibatkan kerusakan jaringan.
2.      Sifat dan lokasi antigen yang menginduksi atau merupakan sasaran dari respon imun tersebut.








        I.            PENGERTIAN
Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis = perlindungan). Anafilaksis berarti Menghilangkan perlindungan.
Anafilaksis adalah suatu reaksi yang bersifat akut,menyeluruh dan bisa menjadi berat.Anafilaksis terjadi pada seseorang yang sebelumnya telah mengalami sensitifitas akibat pemaparan terhadap suatu alergen.Anafilaksis tidak terjadi pada kontak pertama dengan alergen.Pada pemaparan kedua atau pada pemaparan kedua atau pada pemaparan berikutnya,terjadi suatu reaksi alergi.Reaksi ini terjadi secara tiba-tiba,berat dan melibatkan seluruh tubuh.
Syok anafilaktik(= shock anafilactic ) adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau tanpa penurunan kesadaran.
Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis.
     II.            ETIOLOGI
Penyebab yang sering terjadi adalah :
Terr menyebutkan beberapa golongan alergen yang dapat menimbulkan reaksi anafilaksis, yaitu makanan, obat-obatan, bisa atau racun serangga dan alergen lain yang tidak bisa di golongkan.
ü  Alergen penyebab Anafilaksis Makanan
·        Krustasea: Lobster, udang dan kepiting.
·         kerang,Ikan.
·        Kacang-kacangan dan biji-bijian.
·        Buah beri.
·        Putih telur,Susu.
ü  Obat
·        Obat Hormon : Insulin, PTH, ACTH, Vaso-presin, Relaxin.
·        Antibiotika:Penicillin,Streptomisin,Cephalosporin,Tetrasiklin,Ciprofloxacin, Amphotericin B,Nitrofurantoin.
ü  Enzim : Tripsin,Chymotripsin, Penicillinase, As-paraginase Vaksin dan Darah.
ü  Toxoid : ATS, ADS, SABU Ekstrak alergen untuk uji kulit Dextran.
ü  Agent diagnostik-kontras: Vitamin B1, Asam folat Agent.
ü  anestesi: Lidocain, Procain.
ü  Lain-lain: Barbiturat, Diazepam, Phenitoin, Protamine, Aminopyrine, Acetil cystein , Codein, Morfin, Asam salisilat dan HCT.Bisa serangga Lebah Madu, Jaket kuning, Semut api Tawon (Wasp).Bahan karet Lateks, Karet, Glikoprotein seminal fluid.
Serbuk sari dan alergen lainnya jarang menyebabkan anafilaksis. Anafilaksis mulai terjadi ketika alergen masuk ke dalam aliran darah dan bereaksi dengan antibodi IgE. Reaksi ini merangsang sel-sel untuk melepaskan histamin dan zat lainnya yang terlibat dalam reaksi peradangan kekebalan.
Beberapa jenis obat-obatan (misalnya polymyxin, morfin, zat warna untuk rontgen), pada pemaparan pertama bisa menyebabkan reaksi anafilaktoid (reaksi yang menyerupai anafilaksis). Hal ini biasanya merupakan reaksi idiosinkratik atau reaksi racun dan bukan merupakan mekanisme sistem kekebalan seperti yang terjadi pada anafilaksis sesungguhnya. 
   III.            PATOFISIOLOGI
Terdapat empat macam hipersensitifitas, yang diklasifikasikan sesuai dengan sistem imun yang terlibat.
1.      TIPE I, HIPERSENSITIFITAS TIPE-CEPAT (ANAFILAKSIS)
2.      TIPE II, HIPERSENSITIFITAS SITOTOKSIK
3.      TIPE III, HIPERSENSITIFITAS DIPERANTARAI KOMPLEKS IMUN
4.      TIPE IV, HIPERSENSITIFITAS TIPE-LAMBAT
Yang dibahas pada makalah kali ini hanya pada poin TIPE I
Oleh Coomb dan Gell (1963), anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe 1 atau reaksi tipesegera (Immediate type reaction).
Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase:
ü  Fase Sensitisasi
Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag.
Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma(Plasmosit).Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
ü  Fase Aktivasi
Yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang disebut dengan istilah Preformed mediators.Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed mediators.
ü  Fase Efektor
Adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga dengan Leukotrien.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgGzkhuK3jmVmm3CbdOKl_tQJH5sv2pq1Vj7oLxvoMN1hcxN9NatbjEGfVzTR3Jibpmd2XfBAK356U0yX-vyz7Qib7TTm-GI9K4qHrveJm_4Cw1JgP6FC8z_LfFrngrpTY_UKO2qMmXTWqc/s320/Reaksi+Hipersensitifitas+Tipe+I.JPG
Mediator anafilaksis
Rangsangan alergen pada sel mast menyebabkan dilepaskannya mediator kimia yang sangat kuat yang memacu sel peristiwa fisiologik yang menghasilkan gejala anafilaksis (lihat bab tentang reaksi hipersensitivitas).
·        Histamin
Aksi histidin dekarboksilase pada histidin akan menghasilkan histamin. Dalam tubuh kita sel yang mengandung histamin dalam jumlah besar adalah sel gaster, trombosit, sel mast, dan basofil. Pada sel mast dan basofil, histamin disimpan dalam lisosom dan dilepaskan melalui degranulasi setelah perangsang yang cukup. Pengaruh histamin biasanya berlangsung selama l0 menit dan inaktivasi histamin in vivo oleh histaminase terjadi sangat cepat.
Histamin bereaksi pada banyak organ target melalui reseptor H1 dan H2. Reseptor H1 terdapat terutama pada sel otot polos bronkioli dan vaskular, sedangkan reseptor H2 terdapat pada sel parietal gaster. Beberapa tipe antihistamin menyukai reseptor H1 (misalnya klorfeniramin) dan antistamin lain menyukai reseptor H2 (misalnya simetidin). Reseptor histamin terdapat pada beberapa limfosit (terutama Ts) dan basofil.
Pengaruh fisiologik histamin pada manusia dapat dilihat pada berbagai organ. Histamin dapat menyebabkan kontraksi otot polos bronkus yang menyebabkan bronkokonstriksi. Pada sistem vaskular menyebabkan dilatasi venula kecil, sedangkan pada pembuluh darah yang lebih besar menyebabkan konstriksi karena kontraksi otot polos. Selanjutnya histamin meninggikan permeabilitas kapiler dan venula pasca kapiler. Perubahan vaskular ini menyebabkan respons wheal-flare(triple respons dari Lewis), dan bila terjadi sel sistemik dapat menimbulkan hipotensi, urtikaria, dan angioedema. Pada traktus gastrointestinalis histamin meninggikan sekresi mukosa lambung, dan bila pelepasan histamin terjadi sistemik maka aktivitas polos usus dapat meningkat menyebabkan diare dan hipermotilitas.
·        SRS-A
Berbeda dengan histamin, heparin dan ECF-A, SRS-A tidak ditemukan sebelumnya dalam granula sel mast. Rangsangan degranulasi sel mast memulai sintesis SRS-A, yang kemudian muncul dalam lisosom sel mast dan selanjutnya dalam cairan paru sehingga terjadi kontraksi otot bronkioli yang hebat dan lama. Pengaruh SRS-A tidak dijalankan melalui reseptor histamin dan tidak dihambat oleh histamin. Epinefrin dapat menghalangi dan mengembalikan kontraksi yang disebabkan oleh SRS-A.
·        ECF-A
ECF-A telah terbentuk sebelumnya dalam granula sel mast dan dilepaskan segera waktu degranulasi. ECF-A menarik eosinofil ke daerah tempat reaksi anafilaksis. Pada daerah tersebut eosinofil dapat memecah kompleks antigen-antibodi yang ada dan menghalangi aksi SRS-A dan histamin.
·        PAF
PAF menyebabkan bronkokonstriksi dan meninggikan permeabilitas pembuluh darah. PAF juga mengaktifkan faktor XII dan faktor XII yang telah diaktifkan akan menginduksi pembuatan bradikinin.
·        Bradikinin
Bradikinin tidak ditemukan dalam sel mast manusia, aktivitasnya dapat menyebabkan kontraksi otot bronkus dan vaskular sel lambat, lama dan hebat. Bradikinin juga menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan venula pasca kapiler yang menyebabkan timbulnya edema jaringan, serta merangsang serabut saraf dan menyebabkan rasa nyeri. Selain itu bradikinin juga merangsang peningkatan produksi mukus dalam traktus respiratorius dan lambung. Bradikinin menjalankan pengaruhnya melalui reseptor pada sel yang berbeda dengan reseptor histamin atau SRS-A
·        Serotonin
Serotonin tidak ditemukan dalam sel mast manusia tetapi dalam trombosit dan dilepaskan waktu agregasi trombosit atau melalui mekanisme lain. Serotonin juga menyebabkan kontraksi otot bronkus tetapi pengaruhnya hanya sebentar. Serotonin tidak begitu penting pada anafilaksis.
·        Prostaglandin
Prostaglandin memainkan peranan aktif pada anafilaksis melebihi pengaruh nukleotida siklik sel mast. Prostaglandin A dan F menyebabkan kontraksi otot polos dan juga meningkatkan permeabilitas kapiler, sedangkan prostaglandin E1 dan E2 secara langsung menyebabkan dilatasi otot polos bronkus.
·        Kalikrein
Kalikrein basofil menghasilkan kinin yang mempengaruhi permeabilitas pembuluh darah dan tekanan darah.
  IV.            GAMBARAN KLINIS
Secara klinis gejala anafilaksis dapat berupa reaksi lokal dan reaksi sistemik. Reaksi lokal terdiri dari urtikaria dan angioedema pada daerah yang kontak dengan antigen. Reaksi lokal dapat berat tetapi jarang sekali fatal. Reaksi sistemik terjadi pada oragan target seperti traktus respiratorius, sistem kardiovaskular, traktus gastrointestinalis, dan kulit. Reaksi ini biasanya terjadi dalam waktu 30 menit sesudah kontak dengan penyebab.
Reaksi sistemik
Ø  Reaksi sistemik ringan
Gejala awal reaksi sistemik ringan adalah rasa gatal dan panas di bagian perifer tubuh, biasanya disertai perasaan penuh dalam mulut dan tenggorokan. Gejala permulaan ini dapat disertai dengan hidung tersumbat dan pembengkakan peri orbita. Dapat juga disertai rasa gatal pada membran mukosa, keluarnya air mata, dan bersin. Gejala ini biasanya timbul dalam 2 jam sesudah kontak dengan antigen. Lamanya gejala bergantung pada pengobatan, umumnya berjalan 1-2 hari atau lebih pada kasus kronik.
Ø  Reaksi sistemik sedang
Reaksi sistemik sedang mencakup semua gejala dan tanda yang ditemukan pada reaksi sistemik ringan ditambah dengan bronkospasme dan atau edema jalan napas, dispnu, batuk dan mengi. Dapat juga terjadi angioedema, urtikaria umum, mual dan muntah. Biasanya penderita mengeluh gatal menyeluruh, merasa panas, dan gelisah. Masa awitan dan lamanya reaksi sistemik sedang hampir sama dengan reaksi sistemik ringan.

Ø  Reaksi sistemik berat
Masa awitan biasanya pendek, timbul mendadak dengan tanda dan gejala seperti reaksi sistemik ringan dan reaksi sistemik sedang, kemudian dengan cepat dalam beberapa menit (terkadang tanpa gejala permulaan) timbul bronkospasme hebat dan edema laring disertai serak, stridor, dispnu berat, sianosis, dan kadangkala terjadi henti napas. Edema faring, gastrointestinal dan hipermotilitas menyebabkan disfagia, kejang perut hebat, diare dan muntah. Kejang umum dapat terjadi, dapat disebabkan oleh rangsangan sistem saraf pusat atau karena hipoksia. Kolaps kardiovaskular menyebabkan hipotensi, aritmia jantung, syok dan koma.
Rangkaian peristiwa yang menyebabkan gagal napas dan kolaps kardiovaskular sering sangat cepat dan mungkin merupakan gejala objektif pertama pada anafilaksis. Beratnya reaksi berhubungan langsung dengan cepatnya masa awitan. Reaksi fatal umumnya terjadi pada orang dewasa. Pada anak penyebab kematian paling sering adalah edema laring.

     V.            KLASIFIKASI
Secara imunopatologik reaksi anafilaksis dan reaksi anafilaktoid dibagi menjadi :
a.       reaksi anafilaksis yang diperankan oleh IgE atau IgG,
b.      reaksi anafilaktoid karena lepasnya mediator secara langsung misalnya oleh obat, makanan, agregasi kompleks imun seperti reaksi terhadap globulin γ, IgG antiIgA,
c.       reaksi transfusi karena pembentukan antibodi terhadap eritrosit atau leukosit,
d.      reaksi yang diinduksi prostaglandin oleh pengaruh aspirin atau obat lain.

  VI.            PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dapat menolong untuk membedakan kasus yang luar biasa atau menilai penatalaksanaan yang sedang dikerjakan.
Pemeriksaan darah lengkap dapat menemukan hematokrit yang meningkat akibat hemokonsentrasi.
Bila terjadi kerusakan miokard maka pada pemeriksaan kimia darah dapat ditemukan peninggian enzim SGOT, CPK (fosfokinase kreatin) dan LDH (dehidrogenase laktat).
Foto toraks mungkin memperlihatkan emfisema (hiperinflasi) dengan atau tanpa atelektasis. Pada beberapa kasus dapat terlihat edema paru.
Pada pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) bila tidak terjadi infark miokard maka perubahan EKG biasanya bersifat sementara berupa depresi gelombang S-T, bundle branch block,fibrilasi atrium dan berbagai aritmia ventrikular.
VII.            PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia obat-obat emergensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap.
Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:
  1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.
  2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
    1. Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.
    2. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
    3. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.
  1. Segera berikan adrenalin 0.3–0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2–4 ug/menit.
  2. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5–6 mg/kgBB intravena dosis awal yang diteruskan 0.4–0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
  3. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau deksametason 5–10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.
  4. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3–4 kali dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20–40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.
  5. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
  6. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 2–3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi.
VIII.            KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
a.       Anamnesa
Anamnesis mengenai kemungkinan terdapatnya reaksi terhadap antigen yang dicurigai, yang mungkin terjadi diwaktu yang lalu, harus dikerjakan sebelum kita memberikan setiap obat, terutama obat suntikan.
b.      Riwayat penyakit sekarang
Pada klien dengan reaksi anafilaksis ditemukan gejala awal dengan rasa gatal dan panas.biasanya selalu disertai dengan gejala sistemik misal dispnea,mual,kulit sianosis,kejang.anamnesa yang tepat dapat memperkecil gejala sistemik sebelum berlanjut pada fase yang lebih parah/gejala sistemik berat.
c.       Riwayat penyakit dahulu
Apakah klien mempunyai riwayat alergi terhadap sesuatu.pernahkah klien mengalami hal yang sama saat setelah kontak dengan alergen misal,debu,obat-abatan,makanan,atau kontak dengan hewan tertentu.
d.      Riwayat penyakit keluarga
Apakah salah satu dari anggota keluarga pernah mengalami alergi.punyakah keluarga riwayat penyakit alergi lain misal, asma.
Pemeriksaan fisik
·        Jalan napas atas
Inspeksi : Bersin, pilek, dispneu.
Palpasi : edema laring,edema lidah dan faring
Auskultasi : ronchi
·        Jalan napas bawah
Inspeksi : Dispnu
 emfisema akut, asma, bronkospasme.
·        GIT
Peningkatan peristaltik, muntah, disfagia, mual, kejang perut, diare.
·        Susunan saraf pusat
Gelisah, kejang
Diagnosa keperawa
1.      Gangguan pola nafas b/d prostaglandin yang dihasilkan sehingga menyebabkan bronkokrontiksi.
2.      Nyeri akut b/d rangsangan serabut saraf oleh bradikinin yang dihasilkan.
Intervensi Keperawatan
Dx. 1
-         Atur posisi pasien.
R/ persiapan untuk tindakan darurat.
-         Kaji tingkat kesadaran.
R/ mengetahui tingkat kesadaran terakhir.
-         Berikan oksigenasi.
R/ klien terjadi sesak.
-         Kolaborasikan obat bronkhodilator.
R/ untuk melonggarkan jalan napas.
            Dx. 2
-         Kaji tingkat nyeri.
R/ mengetahui seberapa berat nyeri yang dialami pasien.
-         Pantau tingkat kesadaran pasien.
R/ mengetahui tingkat kesadaran klien.
-         Kolaborasikan obat penurun nyeri (analgesik).
-         R/ meringankan rasa nyeri klien.













  IX.            DAFTAR PUSTAKA

Gleadle,Jonathan.2005.Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik.jakarta:Erlangga.

1 komentar:

  1. Casino: The 7 best bonus offers in 2021 - JTM Hub
    There are 익산 출장안마 the 7 best no deposit bonuses 오산 출장마사지 for 2021. A $200 논산 출장마사지 no deposit bonus offers on all Casino slots, 강릉 출장샵 blackjack, roulette, 전주 출장샵

    BalasHapus